Jawaban pertanyaan masa kecil

Jawaban pertanyaan masa kecil

Waktu masih berada di taman kanak-kanak, pertanyaan paling umum yang ditanyain adalah “waktu besar nanti mau jadi apa?”. Kayanya, semua orang pernah ditanyain pertanyaan yang sama, termasuk gw. Waktu itu, as a 5 years old child, gue jelas bingung jawaban apa yang harus gw berikan. Banyak temen-temen seumuran gw menjawab polisi, sebagian menjawab dokter, beberapa menjawab guru. Gue waktu itu hanya menjawab “gue pengen kaya”. 17 tahun berselang, ini jawaban gue.

Waktu masih berada di taman kanak-kanak, pertanyaan paling umum yang ditanyain adalah “waktu besar nanti mau jadi apa?”. Kayanya, semua orang pernah ditanyain pertanyaan yang sama, termasuk gw. Waktu itu, as a 5 years old child, gue jelas bingung jawaban apa yang harus gw berikan. Banyak temen-temen seumuran gw menjawab polisi, sebagian menjawab dokter, beberapa menjawab guru. Gue waktu itu hanya menjawab “gue pengen kaya”. 17 tahun berselang, ini jawaban gue.

Goals?

Dalam beberapa tahun pertama hidup, sebagian besar dari kita punya path dan goals yang jelas. Waktu TK, kita mau masuk SD. Waktu SD, mau masuk SMP bagus. Waktu SMA, kita mau masuk PTN yang oke. Objection di setiap fase juga jelas: punya nilai yang bagus. Kita ditanya, mau jadi apa? mau masuk kemana? Kita dibiasakan untuk menggapai sesuatu dalam hidup kita. Kita dibiasakan berenang, kesana kemari tiada henti. Kayanya, hal-hal kaya gini ngebuat kita diawal-awal dewasa bingung. Kita bertanya, what’s next. Tujuan hidup kita apa? Jawaban kita sewaktu kecil “pengen jadi X” ngebuat kita diumur 20-an ngerasa hidup udah hampir berakhir, kita udah hampir di tujuan. Kita terbiasa hidup dengan tujuan, dimana ketika itu hilang, it’s like the end of the world.

Gaada yang salah buat hidup dengan tujuan, kalo misal kita tahu tujuannya apa. That’s great kalo misal kita bisa tau 20 tahun lagi apa yang kita harus lakukan. Sayangnya, ga semua orang bisa. Boro-boro 20 tahun, tahun depan bakal apa yang terjadi aja belum tentu bisa diperkirakan. Masalahnya, yang pasti di dunia ini cuma 1, perubahan. Gaada yang tau kalo 2019 bakal ada pandemi. Buat gue, sangat naif nentuin apa tujuan yang mesti dicapai 10 tahun dari sekarang, padahal ada banyak hal yang kita ga bisa kontrol, dan nentuin apa yang bakal terjadi 10 tahun lagi.

Selain itu, menurut gue, menentukan tujuan bikin semacam “false sense of happiness” buat kita. Bener, kalo misal kita menggapai suatu milestone, we feel awesome, and we should enjoy the fuck of it. Tapi happiness ini sifatnya sementara, dan mereka bukan new normal. Temen gue yang niat mati-matian belajar buat masuk ITB, waktu keterima senengnya bukan main. Namun setelah masuk, bahkan hingga lulus masih ngerasa numb, ngerasa kosong, tanpa arah. Kita terbiasa menganggap milestone is an end, padahal it’s a start for a new whole journey.

It’s not goal. It’s identity

Beberapa waktu lalu, gue ga sengaja nonton pidato steve job tahun 2005. Dia bilang, “You can’t connect the dots looking forward, you can only connect the dots looking backwards.”. Pidato itu buat gw mikir, jangan-jangan, gw selama ini nanyain pertanyaan yang salah. Kita terlalu fokus sama tujuan, sama masa depan, dan itu ngebuat kita terus berenang, tanpa tau kenapa kita berenang. Jangan-jangan, kita mesti fokus sama what’s backward, apa yang basic, apa yang fundamental. Kita itu siapa? Dengan kita nanyain siapa kita, kita bisa tau apa sih yang kita suka, apa yang kita benci. Dengan kita tau siapa kita, kita bisa merefleksikan personality dan value yang kita punya, menentukan apa sih yang menurut kita penting. Dan yang terpenting, dengan kita tau siapa kita, kita bisa menjadi diri sendiri.

Dengan kita menjadi diri sendiri, Kita ga capek mengejar apapun. kita ga capek menjadi apapun yang tujuan kita representasikan. Kita cuma ngelakuin apapun yang kita senang, dan karena kita senang ngelakuinnya, we are happy. A better goal is contentment, where we honest on defining ourself and we know that currently we are doing our best crack we ever pull, in given set of choices and circumstances we have right now. We just live, being present in our own life. Dengan kita menjadi diri sendiri, kita membangun sistem, dimana kita menjadi nahkodanya. Kita ga lagi berenang, kita berlayar. Kita ga mengejar pencapaian, tapi pencapaian menghampiri kita.

Kalo dipikir-pikir lagi, great person is not building toward some goal, they do things karena itu parts of their identity. Raditya dika ga pernah membuat goal harus A,B,C tapi dia menjadi dirinya sendiri, dan kebetulan dia suka nulis. Dari SMA dia nulis blog, lanjut ke nulis buku, lanjut ke nulis film & series, lanjut ke standup comedy. Tapi diantara transformasi karirnya, dia tetep ngelakuin apa yang dia suka: nulis, walau dalam bentuk yang berbeda-beda. Cristiano ronaldo bisa tetep passionate main di umur 38 bukan karena punya tujuan, tapi karena dia adalah pemain bola dan seneng main bola. Dari dia kecil di Portugal, sampe sekarang di arab, dia tetep main bola. What’s their doing is just doing what they are like and doing it as good as possible.

The answer

Anyway, kalo ditanya lagi “nanti besar mau jadi apa?”, jawaban gue adalah gue mau jadi diri gue sendiri. Gue mau jadi versi terbaik dari Ayyub, that keep doing whatever he want, whenever it is. Pertanyaannya, itu siapa?

Udah si gitu aja, Bye-bye.


© 2023. All rights reserved.