Angkot Plaju

Sejak lama, gue udah bermimpi buat menjelajah ke banyak tempat. Sejak kecil, gue suka bersepeda, berkelana ke luas area. Waktu kuliah, gue memutuskan buat merantau ke pulau seberang. Apalagi sekarang waktu udah punya paspor, gue malah punya rencana berkeliling ke banyak negara. Perjalanan ke tempat-tempat yang jauh ini, sebenarnya terlihat menarik, terlihat seru. Banyak hal baru yang bisa dilihat, banyak hal baru yang bisa dikagumi. Tapi, kalau bicara soal kesan, mungkin jarak bukan penentu. Malah, kebanyakan kesan yang gue dapat, datang dari tempat yang (ternyata) dekat.
Sejak lama, gue udah bermimpi buat menjelajah ke banyak tempat. Sejak kecil, gue suka bersepeda, berkelana ke luas area. Waktu kuliah, gue memutuskan buat merantau ke pulau seberang. Apalagi sekarang waktu udah punya paspor, gue malah punya rencana berkeliling ke banyak negara. Perjalanan ke tempat-tempat yang jauh ini, sebenarnya terlihat menarik, terlihat seru. Banyak hal baru yang bisa dilihat, banyak hal baru yang bisa dikagumi. Tapi, kalau bicara soal kesan, mungkin jarak bukan penentu. Malah, kebanyakan kesan yang gue dapat, datang dari tempat yang (ternyata) dekat.
====
Waktu kecil, gue cukup sering pulang naik angkot bareng sama teman. Hampir setiap hari, gue nungguin mereka di depan kelasnya, terus jalan bareng ke trotoar di tepi jalan, menunggu angkot jurusan Ampera-Plaju datang. Biasanya, gue jalan bareng sama beberapa orang temen gue, sambil ngobrol hal-hal random terkait permainan kelereng waktu jam istirahat. Rutinitas tersebut terasa seru, hingga suatu hari, ada 1 orang yang hilang, ga pernah ikut pulang bareng lagi.
Awalnya, gue pikir orangnya lagi sakit, jadi ga masuk sekolah dulu. Tapi setelah berminggu-minggu, dia tetep aja ga masuk. Turns out, beberapa waktu kemudian, kita ketemu lagi, di jam pulang sekolah yang sama, di angkot yang sama. Bedanya, gue pakai seragam, dia pakai pakaian biasa. Bedanya, gue berusaha membuka pintu angkot dari dalam, dia turun buat bukain pintu angkot dari luar. Bedanya, gue yang mengeluarkan uang buat ongkos angkot, dia yang menerima uang buat ongkos angkot.
Oh, bisa gitu ya.
**
Beberapa waktu lalu, gue sempet direkomendasiin barbershop sama teman gue. Kebetulan, barbershop ini cukup dekat dengan kos gue, jadi gue memutuskan buat nyobain barbershop ini. Pengalaman menariknya justru hadir pada saat keluar dari barbershop, dimana pada saat ingin keluar dari parkiran motor, tiba-tiba ada orang yang datang membantu gue mengeluarkan motor. Gue pun refleks merogoh dompet dan saku, mencari uang buat membayar parkiran. Namun, sebelum gue sempat menemukan uang parkiran, gue langsung dihentikan sama si abang.
“Kalo kakak belum ada rezeki buat saya, gapapa kak. Saya masih cukup kok, Inshaallah (saya) masih bahagia.”.
Oh, bisa gitu ya.
**
Tahun 2018 lalu, sewaktu hendak pulang dari kursus bahasa Inggris, gue sempat bingung kenapa ada kerumunan orang-orang di depan layar TV. Penasaran, gue ikut berhenti, melihat berita apa yang sedang dilihat sama orang-orang tadi. Ternyata, ada peristiwa pemboman di Surabaya, yang melibatkan beberapa keluarga, dimana menggunakan sepeda motor, sebuah keluarga –lengkap dengan anak-anaknya– berusaha meledakkan diri, membom suatu gereja.
Sayup-sayup, gue pun mendengar ada obrolan di kerumunan para orang tua yang sedang menjemput anaknya.
“Jahat juga ya, mengebom gitu. Ampun.” Ujar seorang Ibu yang sedang menjemput anaknya pulang kursus. “Mama, kalau perbuatannya jahat, kenapa ya dia mau bawa anaknya ikut ya ma?” Ujar anak sang Ibu dengan polos.
Oh, bisa gitu ya.
=====
Entah kenapa, justru pengalaman seperti ini yang mampu membangun kesan yang bertahan. Permasalahan yang berbeda, latar yang berbeda, perspektif yang berbeda, membuat gue setidaknya memahami bahwa dunia ga hitam-putih. Walau mungkin terlihat salah di mata kita, akan selalu ada alasan apa dan kenapa suatu hal bisa dilaksanakan. Entah kenapa, justru pengalaman seperti ini yang menarik untuk ditelusuri. Apa yang orang lain lalui, apa yang orang lain rasakan, apa yang orang lain pikirkan, bisa jadi memperlihatkan perspektif baru yang justru inspiratif. Entah kenapa, pengalaman seperti ini yang justru lebih diingat. Melihat tanpa sekat, menjelajah tanpa jarak.
Udah sih gitu aja, bye!